Happiness is like glass. It may be all around you, yet be invisible.
But if you change your angle of viewing a little, then it will reflect light more beautifully than any other object around you

(Lelouch Vi Brittania)

Minggu, November 29, 2009

Semester Run Out!!

Inginnya sih masih bisa baca komik, main games dan browsing seenak udel tapi apa boleh buat. Semesteran sudah diambang pintu. Pas gue menulis nih blog tinggal 2 hari lagi menuju semester test. Dan itu uat gue tambah sengsara. Bukannya ada waktu buat belajar. Seminggu ini malah ulangan merajalela. Bikin perut gue pusing dan kepala gue mules berat.
aduh---++ ditambah pula tugas nggak berhenti mengalir kayak air keran aja. Entah ngapa gue ngerasa cowok-cowok yang dulunya tenang aja nggak gangguin gue lagi mendadak sekarang hobi gangguin gue lagi. Dan parahnya gue kemarin nggak dapet peringkat 10 besar di midtest semester 1. Bokap ma nyokap uda menceramahi gue ini itu lah. Ya gimana lagi, gue psa itu sakit satu hari dan satu hari itu nilai gue 70 semua. Udah gitu Pkn nya ambleg banget pula. Kalo gue dapet diatas 7 misalnya Pkn gue pasti bisa masuk 10 besar. Bagi gue angka 13 yang gue anggep keberuntungan itu kali ini bawa kesialan buat gue.
Target gue adalah 5 besar. Susah pake banget sih soalnya gue masuk kelas yang orangnya super duper pinter plus plus cerdas pula. Meres keringet berapa ember nih.
Intinya yang gue targetin nilai gue naik ya TIK, Pkn dan Jepang(pdhl gue suka banget Jepang, tapi gara-gara infeksi pencernaan yang menyebalkan gue dapet 5,5 sodara-sodara!). Yang lain semacam fisika dan kimia gue memang harus peres keringet. Malah bahasa inggris gue turun drastis.

Intinya ya gue harus usaha keras buat dianggap orang. Beda sama temen gue yang dengan alaminya punya otak yang pinter en cerdas nggak perlu susah kayak gue. Satu masalah lagi yang harus gue selesain adalah nagih komik gue yang diilangin temen gue yang nggak bemoral. Gue tau dan gue inget dia pinjem dua. Eh pas ngembaliin cuma satu dan ngaku nggak pinjem. Dasar cewek edan! F**king u!

Selasa, November 24, 2009

BLOODY MONDAY

Saya baru saja membaca komik berjudul Bloody Monday seminggu yang lalu. Komik itu dipinjamkan oleh teman saya yang penggemar anime. Ceritanya bagus sekali. Kata teman saya, komik tersebut sudah dibuat film dengan peran manusia asli sebelumnya dengan judul yang sama. Sebagian teman saya yang sudah menontonnya mengatakan bahwa pemeran utama tokoh di live-action nya keren sekali. Tapi menurut saya yang juga barusan menontonnya, pemeran tokoh Takagi Fujimaru alias Falcon itu tidak terlalu keren tetapi lebih ke arah patut di contoh dalam menghayati peran.

Saya langsung saja, karena saya sudah capek berbasa-basi dengan bahasa baku. Lagipula ini kan blog.
Bloody Monday adalah sebuah cerita tentang pertarungan seorang murid SMU bernama Fujimaru Takagi yang ternyata adalah hacker handal dengan nickname 'Falcon'  melawan teroris dan melindungi Jepang dari virus berbahaya yang dibawa oleh teroris tersebut. Virus itu bernama Bloody X. Ciri korban yang terkena virus ini antara lain keluar darah dari hidung, muntah darah, timbul benjolan2 seperti cacar tapi bila pecah mengeluarkan darah karena virus ini menyerang sel darah merah manusia.

Klimaks muncul ketika Fujimaru mengetahui dari beberapa pembunuhan yang melibatkan dirinya dan teroris, bahwa pihak teroris pimpinan J menginginkan dirinya untuk bergabung bersama mereka. Dan yang paling membuatnya berada dalam dilema adalah ayahnya yang dulunya anggota Third-i (badan keamanan khusus) menjadi anggota teroris. Di tambah lagi Fujimaru harus pontang-panting melindungi Haruka, adiknya, yang bolak-balik pindah tangan antara polisi dan teroris.

Aksi Fujimaru dan Kano(salah satu anggota Third-i yang sering terlibat kasus bersama Fujimaru) selalu dihalangi oleh teroris yang lagi-lagi selalu memasukkan mata-mata ke setiap misi yang akan dijalankan. Seperti misi mengambil anti virus yang gagal karena peneliti yang direkrut adalah mata-mata teroris.

Yang membuat saya terharu adalah saat atasan Third-i, Kirishima, tetap menjalankan tugasnya tanpa terlalu memperdulikan kondisi tunangannya, Saori, yang terkena virus dan sekarat. Dan akhirnya anti virus gagal didapat dan Kirishima sangat menyesal di depan tubuh tunangannya yang sudah membeku. Dan juga saat Fujimaru dan keempat sahabatnya (Otoya, Aoi, Mako dan  Hide) terjebak di sekolah dan semuanya tertular virus serta di tahan oleh teroris yang sudah menggunakan anti virus terlebih dahulu. Pada akhirnya, walaupun anti virus berhasil didapat tapi Hide yang tertular duluan, tak sempat tertolong dan meninggal di hadapan keempat temannya.

Hanya itu yang bis saya ceritakan sedikit pada teman-teman. Sisanya sebaiknya kalian membaca atau menonton sendiri, karena tidak seru apabila saya ceritakan semuanya disini. Dan satu lagi, versi komik dan live-actionnya alurnya berbeda. Tambah pula komiknya lebih vulgar dalam penampilan gambar tidak seperti di film yang dalam batas normal tak ada unsur pornografi.
Semoga kalian bisa terbawa dalam suasana mencekam Bloody Monday.
Jangan lupa dengarkan OST. Bloody Monday : Over The Rain by Flumpool....

Sabtu, November 14, 2009

"Someone's watching over me" by Hillary Duff

I found myself today
Oh i found myself and ran away
But something pulled me back
voice of reason i forgot i had
All I know is you're not here to say
What you always used to say
But it's written in the sky tonight


Chorus#
So I won't give up
No  I won't break down
Sooner than it seems life turns around
And I will be strong
Even if it all goes wrong
When I'm standing in the dark I'll still believe
Someone's watching over me

Seen that ray of light
And it's shining on my destiny
Shining all the time
And I won't be afraid
To follow everywhere it's taking me
All I know is yesterday is gone
And right now I belong
Took this moment to my dream

Chorus#

It doesn't matter what people say
And it doesn't matter how long it takes
believe in yourself and you'll fly high
and it only matters how true you are
be true to yourself and follow your heart

Chorus### 3x

Minggu, November 08, 2009

Raindrops

Reva benci hujan. Terutama saat pagi hari. Mama sampai jera membawanya ke psikolog karena fobia Reva itu. Bukan apa-apa, dulu Reva tak begitu takut pada hujan kecuali jika mengotori seragamnya. Tapi semenjak hari itu. Hari dimana sesosok yang dicintainya itu tergeletak di tengah jalan di depan pertokoan pada suatu pagi yang mendung.
“Aku bolos sekolah hari ini Ma! Hujan!” teriak Reva tanpa melangkahkan kakinya keluar kamar. Suara kaki mama terdengar menaiki tangga putar dengan tergesa. “Reva. Sudah 3 kali dalam minggu ini kau bolos cuma gara-gara hujan. Mama kan mengantarmu dengan mobil sayang.” bujuk mama. Reva menggeleng.
“Dengar sayang. Papa pasti sedih melihatmu dari surga.” Mama memelankan suaranya. Mendengar kata ‘papa’ darah Reva berdesir.
Ya, Papa Reva meninggal di suatu pagi di depan pertokoan ketika mengantar Reva berangkat sekolah. Polisi menduga papa ditembak oleh pembunuh bayaran. Papa Reva memang bekerja pada pemerintah, mungkin banyak yang dendam padanya. Tapi Reva tak bisa melupakan ketika papa menggenggam tangan Reva dengan berlumuran darah karena memegang lubang di dadanya. Sambil berkata dengan mulutnya yang berdarah juga, papa Reva menangis.
‘Reva. Tolong jaga mama kamu. Papa sayang Reva.’ Kata-kata Papa selalu teringat oleh Reva. Titik-titik hujan membasahi tubuh papa dan darah segar merembes ke trotoar yang mulai dipenuhi orang-orang yang ingin tahu. Dan ketika genggaman papa mengendur, pandangan Reva buram. Sejak saat itu, Reva membenci hujan karena ia akan ingat papanya.
∂∂∂∂∂
Reva menggeliat di sofa dengan malas. Acara televisi membuatnya mengantuk. Tiba-tiba bel rumah berbunyi. Bi Dina sedang menyetrika di belakang, jadi Reva mengalah membukakan pintu. “Ya?” Reva mengernyitkan alis ketika melihat siapa yang ada di depan pintu. Seorang cowok yang wajahnya sayu dan matanya berkantung. Tubuhnya tampak kurus dan basah kuyup karena hujan. Reva mengenalinya sebagai murid sekolahnya dari seragam lusuh yang ia pakai.
“Maaf, lo Reva?” tanyanya, tersenyum simpul.
Reva mengangguk, mundur satu langkah karena takut. Cowok itu tersenyum, “Nggak, nggak. Gue ini bukan kesini untuk bunuh lo tahu!” katanya sambil tertawa konyol. “Boleh masuk? Diluar dingin.” katanya sambil memegang kedua lengannya. Reva berpikir sejenak kemudian mengangguk. Toh dia sudah menyiapkan senjata di tempat-tempat tertentu.
“Tunggu sebentar. Gue ambilin handuk.” kata Reva meninggalkan cowok itu duduk di ruang tamu. Reva bergegas menemui Bi Dina. “Bi, ada tamu di luar. Cowok. Kalau dia macam-macam sama aku, cepet lapor polisi ya!” pesan Reva pelan. Bi Dina mengangguk takut.
“Hati-hati Non.” kata Bi Dina sambil memberikan handuk dan segelas teh hangat pada Reva. Reva mengangguk mantap walaupun dalam hati, dia deg-degan nggak karuan. Reva memberikan handuk itu pada si cowok yang langsung diterimanya.
“Siapa lo? Kenapa kenal gue? Apa tujuan lo kemari?” tanya Reva beruntun. Si cowok tertawa mendengarnya.
“Lo benar-benar mikir gue ini mau bunuh Lo ya? Gue tahu lo tu anak orang kaya yang diincar, katanya, tapi gue nggak sebodo itu nyamperin cuma buat bunuh lo.” Cowok itu terdiam melihat reaksi Reva yang tambah curiga. “Gue Vino. Gue anak kelas ipa5. Lo pasti ngak tahu kan?” Vino melirik Reva yang masih berdiri mematung.
“Nggak. Jujur deh. Lo kesini mau apa?” Reva masih sinis.
“Gue mau nengokin lo. Sudah 3 kali ini kan lo nggak masuk. Kenapa sih? Takut ujan?” Vino tertawa konyol. “Iya. Emang kenapa? Mau protes!” kata Reva galak. Vino kaget.
“Lho? Lo beneran takut ujan?” katanya kaget, lalu wajahnya berubah sedih, “Maaf.” Katanya merendahkan alis.
“Kok lo bisa tahu rumah gue? Trus apa urusan Lo sama gue?”
“Lo pasti nggak percaya sama cerita gue. Lain kali aja gue ceritain ke lo. Tapi yang jelas gue kesini karena gue kira Lo sakit. Kalo gue cerita disini, si bibi yang nguping itu pasti ngember deh.” kata Vino sambil menunjuk ke balik pintu ruang tengah. Reva kaget Vino menyadari kehadiran Bi Dina yang disuruhnya menagwasinya.
“Lo kok tahu! Siapa sih Lo!” Reva mulai takut. Vino berdiri, meminum habis tehnya dan memberikan handuk itu pada Reva. “Gue kan bilang nggak bisa cerita disini. Besok saja di sekolah. Nah, ujan udah reda. Gue balik dulu. Gue cuma pengen liat keadaan lo doang kok. Nggak usah setakut itu sama gue.” Kata Vino tersenyum.
“Gue besok bakal nagih janji lo!” kata Reva dari ambang pintu. Vino melambaikan tangannya tanpa menoleh dan melewati taman depan rumah Reva dengan langkah yang santai.
∂∂∂∂∂
“Va, ada yang nyari lo tuh. Cowok keren!” teriak Cindy norak. “Lo mau taroh mana si Kenzy? Cowok itu buat gue aja ya!” bisiknya norak.
“Iya gue tahu kok.” jawab Reva sambil berjalan keluar kelas. Vino menunggu di depan kelasnya. Wajahnya lebih segar dari yang kemarin. Dia ngajak Reva ke depan perpus.
“Kok disini?” Reva curiga. “Di sini nggak ada orang yang sok mau nguping kita. Dan ada cukup banyak orang yang bakalan nolongin lo kalo lo merasa gue mau bunuh lo. Puas?” kata Vino geli. Reva mengangguk setuju. Aman, pikirnya.
“Gue ini sebenernya punya janji apalah itu nazar gitu deh. Buat jagain lo.” Jelas Vino. Reva bingung, “Nazar sama sapa lo!” tanyanya.
“Sama bokap lo lah!” kata Vino serius. Reva kaget. “Lo kenal bokap gue?” jerit Reva. Vino ngasih kode diam, soalnya orang-orang pada melengok ke mereka.
“Iya. Bokap lo dulu pernah nolongin bokap gue pas mau bangkrut gitu. Terus gue janji deh sama bokap lo. Nggak sengaja sih.” Vino ngedumel sendiri. “Tapi seminggu sebelum hari itu......” Vino diam, “Gue terima email dari bokap lo. Dia bilang kalo dia diincar. Dia nagih janji gue. Eh, nggak tahunya, maaf, beneran kejadian.” Jelas Vino pelan. Reva terhenyak.
“Lo nggak bohong kan?” Reva berkata dengan mata melotot ke arah Vino. Vino menggeleng sedih, “Gue ikut sedih Va.”
“Terus kenapa nggak bilang sama gue dari dulu!!” teriak Reva. Air matanya mulai menetes. Mengingat masa itu. Mama sama sekali tak bisa menghiburnya, bahkan keadaannya lebih parah dari dirinya. Sahabat-sahabatnya sama sekali nggak membantu.
“Gue..nggak tahu Va...” Vino menunduk tak berani menatap mata Reva yang menuntut.
“Ah lo sama aja!” kata Reva berlari pergi meninggalkan Vino. Vino memandang punggung Reva yang semakin menjauh.
“Gue nggak tahu apa yang harus gue lakukan sementara gue-lah yang bunuh bokap lo Va.....” bibir Vino terasa beku ketika bergumam. Vino berbalik dan nggak balik lagi ke kelas. Dia belum siap ketemu Reva sekarang. Tak disangkanya, air mata Reva membuat hatinya goyah. Hati seorang pembunuh berdarah dingin yang sudah lama beku.
∂∂∂∂∂
Reva mengurung diri di kamar sepulang sekolah. Mogok makan dan bicara. Mama Reva sampai cemas dibuatnya. Reva terlalu syok menyadari kenyataan ada seorang di luar sana yang tahu papanya sedang diincar tetapi tidak melakukan apa-apa. Hape Reva berdering.
Reva mengambilnya, nomor tak dikenal. Reva membantingnya ke bantal. Kemudian satu email masuk. Dari Vino.
Rev, ini gw Vino...,
Maafin gue soal yang tadi..,,
Kalo lo nggak mau gue bakal pergi dari hadapan lo selamanya...,

Vino..—plis jangan ngambek sama nyokap lo...

Reva melihat layar display dengan pandangan kosong. Dimatikannya hape itu kemudian dia menghadap meja belajarnya, berusaha melepas pikiran sedihnya.

Pagi itu Reva berpapasan dengan Vino di lorong. Vino kaget melihat kantung di bawah mata Reva yang jernih. “Lo nggak apa-apa Va?” tanya Vino cemas, meraba rambut Reva. Tangan Reva refleks menepis tangan Vino dan menatap Vino tajam.
“Lo nggak usah ikut campur urusan gue lagi. Jangan berani muncul di hadapan gue lagi!” kata Reva dingin. Vino kaget. Kemudian dengan mata sedih dia menatap Reva.
“Ya, gue tahu. Thanks.” Kata Vino, tersenyum, kemudian melewati Reva. Reva menunduk, air matanya menetes lagi. Dan ketika dia berbalik dia sudah kehilangan sosok Vino. Reva menyadari dia sudah melampiaskan kemarahannya pada Vino yang tak tahu apa-apa.
“Sayang? Ada apa? Kok bengong?” Kenzy nepuk pundak Reva lembut. Reva menoleh. Senyum sedikit terlihat ketika melihat cowoknya itu. Reva menggeleng, “Nggak. Ayo temenin gue ke kantin, Yang!”
Esoknya, Reva tak melihat Vino di kelas maupun di gerbang sekolah tempat dia biasa menyapa Reva. Dan Reva semakin takut, ketika Vino sudah nggak masuk selama 2 minggu lebih. Para guru juga kesulitan melacaknya. Katanya, alamatnya sudah berubah.
“Va, nanti temenin gue belanja ya!” pinta Cindy di suatu siang yang panas. Reva mengangguk nggak bersemangat. “Lo napa Va? Gara-gara Vino?” goda Cindy. “Salah sendiri, cowok sekeren dia dilepas gitu aja.”
“Udah nggak usah cerewet deh Lo. Buruan deh.” Reva bangkit dan melenggang keluar. “Lo kan piket Va!” teriak Cindy. Reva melengos, “Masa bodo!” . Cindy melongo.
∂∂∂∂∂
“Va, gue ke toilet dulu yah!” Cindy nitipin belanjaan ke Kenzy, yang nemenin Reva. Reva masih ngelamun. “Sayang, jujur deh ama gue. Lo kemaren diapain sama si Vino?” tanya Kenzy pelan. Reva kaget. “Nggak, gue nggak....”
Belum selesai Reva ngomong, sebuah bogem mentah mendarat di pipi Kenzy dan membuat cowok itu terpelanting. Reva menjerit.
“Reva! Lari!” teriak Kenzy, berusaha menghadang beberapa pria yang berwajah preman. Reva saking gemeternya nggak bisa lari karena dia khawatir sama Kenzy. “Nggak! Gue nggak akan ninggalin Lo!” teriaknya.
“Lo yang namanya Reva ya! Ikut kita atau cowok Lo bakal mati kita hajar di depan mata Lo!” ancam salah satu preman yang mencekik leher Kenzy. Sehebat apapun Kenzy tetep nggak bisa melawan preman itu.
“Jangan!” teriak Reva. Kenzy melirik Reva, “Cepet pergi!” usirnya. Si preman mengeraskan cengkeramannya, Kenzy menjerit. “Lepasin dia nggak!” Reva maju hendak memukul si preman pake tasnya. Pukulannya tepat mengenai wajah si preman.
“Sialan Lo!” si preman nggak terima dan mau mukul Reva.
“Aaaakhhhh....!!!” Reva menjerit melindungi kepalanya. “Revaaaaa!!!!!” teriak Kenzy.
BUUUGGGG!!!
Reva membuka mata dan didapatinya seorang cowok berdiri di hadapannya. Darah segar keluar dari ujung bibirnya yang membiru. “Vino!” Reva kaget setengah mati melihat Vino, yang masih sempat-sempatnya tersenyum padanya. Kenzy melongo, kaget juga.
“Lo nggak apa Va?” tanya Vino sambil membantu Reva berdiri.
“Gue....eh! Lo kok ada disini!” Reva baru nyadar. Vino tersenyum, “Kan gue udah janji, gue bakal ngelindungi Lo! Eh, habis ini bawa Kenzy ke tempat yang aman ya.....” Vino mengedipkan sebelah matanya dan dalam hitungan detik, Vino sudah menghajar semua preman di depannya.
“Reva sekarang!” teriak Vino, ketika bogemnya telak mengenai preman yang mencekik Kenzy. Reva dengan gerakan cepat mengungsikan Kenzy keluar toko. Reva nggak berani menoleh ke belakang lagi. “Va, mana Vino?” tanya Kenzy setelah sadar. Dia memegang pipi dan lehernya bergantian, “Untung nggak putus! Sialan tuh orang!” umpatnya.
“Ken, lo nggak apa kan?” tanya Reva cemas. Tiba-tiba dari arah toko, nama Reva dipanggil. Cindy. Dia begitu pucat ketika tahu semuanya. “Cin, tolong lo jagain Kenzy. Gue mau ke dalem!” kata Reva pada Cindy. “What!!” Cindy mau protes tapi nggak jadi. “Maaf ya Ken!” Reva segera masuk ke toko dan mendapati Vino masih asyik berkelahi. Reva dengan sigap mengambil hape-nya dan menelepon polisi.
“Vino!” teriak Reva. Vino nggak menoleh tapi dia menyahut, “Va, mending lo pergi aja deh! Bisa bahaya kalau terus disini!” teriak Vino. “Nggak. Gue udah telepon polisi! Woi, preman sialan! Gue udah telepon polisi! Minggir lo semua!” teriak Reva sengit. Tapi preman-preman itu seolah nggak peduli karena dibakar amarah yang dipicu Vino. Reva sempat heran Vino seperti sudah ahli dalam hal ini. Dia malah mengira Vino anak preman.
Lima menit kemudian polisi dateng dan meringkus preman-preman itu. Tapi kondisi mereka sudah layak masuk RSU karena hajaran Vino. Reva mendekati Vino setelah membawa Kenzy ke ambulans.
“Vin, kenapa Lo berbuat senekad ini!” Reva merasa sebel banget. Soalnya dia takut Vino kenapa-napa. Vino memandang Reva sedih.
“Va, gue yang bunuh bokap Lo.” Katanya datar. Reva melongo terus ketawa. “Ah Lo masih sempet becanda!” Reva berusaha tertawa tapi terhenti ketika melihat wajah serius Vino. “Lo becanda kan?” air mata mulai berjatuhan dari kedua mata Reva. “Lo becanda kan! Iya kan!” teriak Reva. Vino menggeleng.
“Ya, gue nggak nyesel kalo gue mati demi lo Va. Dan gue cuma pingin lo tahu aja. Lo nggak percaya boleh. Gue dulu pembunuh bayaran tapi pas itu gue dapet job dadakan dan gue nggak tahu sasarannya bokap lo. Gue baru sadar saat liat lo nangis di samping bokap lo. Gue nyesel Va. Maafin gue, walau gue yakin lo nggak bakal bisa maafin gue.” cerita Vino.
Reva mematung. Air matanya terus bergulir tanpa bisa ditahan. Sementara ambulans Kenzy sudah pergi dari tadi. Butir-butir air hujan menemani air mata Reva yang berlomba jatuh ke aspal. Reva nggak mengira, cowok yang telah menyelamatkan nyawanya yang kini berdiri di hadapannya adalah pembunuh papanya. Ya, dia nggak tahu harus apa.
“Va, gue janji nggak bakal muncul lagi di depan lo. Tapi gue nggak bisa tinggal diem liat lo dalam bahaya. Maafin gue, tapi gue bakal ngorbanin hidup gue buat Lo.” Kata Vino akhirnya. Melihat Reva masih tak bereaksi, Vino menyerah.
“Gue pergi dulu. Jaga diri lo baik-baik.” Kata Vino, berjalan meninggalkan Reva. Vino tahu sejak dia memberanikan diri mendatangi rumah Reva dan berkenalan dengannya secara langsung, dia tahu kalau gadis yang sudah sejak lama disukainya itu tak akan bisa memaafkan dirinya yang telah merenggut nyawa orang tercintanya.
Langkah Vino terhenti. Vino menengok ke belakang, kaget. Lengan kecil Reva menarik kemeja Vino yang kotor dan basah. Bola mata Reva yang jernih menatapnya dalam dan sedih. Vino merasa tatapannya menusuk hatinya. Sedih dan sakit.
“Gue masih belum bisa terima ini semua sekarang. Tapi gue nggak mau kehilangan satu lagi orang penting dalam hidup gue.” Kata Reva dengan air mata masih berlinang. Vino kaget. Matanya membelalak ke arah Reva.
“Lo udah jadi salah satu temen gue sejak hari itu Vin.....” kata-kata Reva terhenti ketika tubuh mungilnya melesak masuk ke dalam dekapan Vino. Reva menangis sekeras-kerasnya, tak peduli dilihat orang. Vino juga menangis tapi tak terlalu terlihat.
“Reva...terima kasih....I will protect you ...” bisik Vino.
Dalam hujan yang semakin menderas, Reva merasakan kasih sayang papanya dalam diri Vino. Dia tidak mencintainya sebagai laki-laki tetapi sebagai pengganti papanya yang selalu melindunginya. Ya, cintanya hanya pada Kenzy tapi dia tetap akan memberikan hatinya untuk Vino. Dan Vino tahu, dia menyayangi Reva melebihi yang Reva bayangkan. Hari itu, fobia Reva dengan hujan perlahan mulai hilang.

Rabu, November 04, 2009

Hari Agent!!!

Suatu sore yang cerah tapi agak mendung-mendung dikit, ada 6 orang anak manusia yang dengan emosi tingkat tinggi berjalan ke arah lapangan parkir. Empat diantara mereka habis menghadiri rapat organisasi sedang yang dua lainnya asyik menggosip di mushola. Mereka sudah budreg dengan semua hal yang terjadi hari itu terutama materi dari sang momoknya kelas, guru bio dan fisika.
Anehnya ada satu anak yang berkacamata dan walaupun umurnya sudah uzur masih merasa muda, tersenyum tak penuh arti sehingga menimbulkan kecurigaan pada yang melihatnya. Sedang makhluk satunya yang tadi juga menggosip bersama si wajah uzur tersenyum, asyik memainkan red-berry nya sambil ngorek upilnya di lobang idungnya yang gedhe-nya nggak terkira.
Akhirnya mereka berenam berangkat ke suatu tempat kongkow mereka yaitu berinisial P.H. Sebenernya masih ada satu lagi personil mereka tapi dia udah keburu berangkat duluan dan ternyata sodara-sodara, ketika 6 makhluk imut nan kamut tuh nyampe di P.H, si personil satu ini tak ada ditempat.
Semua personil ribut dan bumi gonjang-ganjing. Ternyata oh ternyata si personil, kita sebut saja 3, ini asoi memadu lebah dengan kekasihnya di mall sebelah. Setelah mbak-mbak nan rada ngga ikhlas melayani memberikan menu, ketujuh makhluk tak tahu malu ini segera membuka rapat umum untuk menentukan apa yang harus dipesan. Setelah melalui beberapa debat kusir yang ngga jelas, akhirnya mereka hanya memesan satu eskrim dan ditambah embel-embelnya yaitu 2 pizza, 2 eskrim tambahan, 5 float dan 2 soda.
Si mbak pelayan ajeb-ajeb dalam ati kali ya, ngeliat nafsu segedong para makhluk imut nan amit itu. Menunggu pizza pun mereka dengan noraknya berpose bak orang nganggur untuk di aplod di fesbok mereka. Sok keren lah. Padahal wajah-wajah mereka barusan dikentutin sama bis kota yang lewat saat perjalanan tadi. Salah satu diantara mereka, sebut saja 6, dengan nepsongnya moto2 teman-temannya yang juga dengan nepsongnya berpose bak jerapah kejetit.

Saat pizza datang, mereka dengan kalap menyantap dengan sebelumnya mereka dengan khusyuknya berdoa pada Tuhan YME. Seenggak-enggaknya mereka menunjukkan gejala manusiawi yaitu merasa kenyang setelah menjilati masing-masing piringnya. Dalam satu tegukan pun minuman mereka habis. Sambil menunggu eskrim, mereka asyik kembali berpose sekarang seperti orang utan kebelet boker. Di saat terakhir ada penyerahan ulem dari si 4 dan si 3 ke si 6 yang usut punya usut membiayai dan memprovokatori tindak pidana yang dilakukan teman-temannya.
Dengan menangis darah dia melap ingus nya yang nyampur ke sodanya yang kemudian dia seruput karena nggak mau rugi. Sayang, tindakan anarkis mereka kurang sempurna ketika sang lebah kekasih si 3 menjemput awal dan mengajaknya kembali ke sarang. Akhirnya di pelataran parkir yang mulai menggelap, mereka bercipika-cipiki, sogok menyogok dan saling berbogem ria setelah sebelumnya ajeb-ajeb acakadut. Mereka kembali ke peraduannya dengan perut ibu hamil 4 bulan.
Hoaaaah,,,, kenyang dan mantaaaaaaaaapp!!!!