Happiness is like glass. It may be all around you, yet be invisible.
But if you change your angle of viewing a little, then it will reflect light more beautifully than any other object around you

(Lelouch Vi Brittania)

Rabu, Oktober 21, 2009

Four Seasons 2 : Winter

SATU


“Putri, cepatlah sedikit.” Kata Ren mulai bosan. Pagi itu dia akan menagih janji Alexa kencan dengannya seharian. Tetapi malah harus menunggu selama 15 menit di depan kamar Alexa. Entah apa yang dilakukan Alexa atau hanya mengulur waktu Ren tidak peduli. Semenit kemudian Alexa keluar, tanpa dandanan yang berlebih. Ren mengernyit.
“Kau tak berdandan tapi kenapa lama sekali!” katanya kesal. Alexa tersenyum misterius. “Hanya persiapan saja. Ayo.” Katanya mendahului Ren yang mulai curiga.
Mereka sempat berpapasan dengan Yang Mulia dan Kapten Finston di beranda Green House, kediaman Yang Mulia. Kapten tersenyum aneh dan Yang Mulia mengangguk pada Ren dan Ren cukup dibuat salah tingkah olehnya.
Setelah mereka berdua melewati gerbang, Ren memelankan laju mobilnya. Menoleh ke arah Alexa yang memandang keluar tanpa memperdulikan Ren.
“Hei kita mau kemana?” tanya Ren, mulai melihat GPS. Alexa menoleh.
“Haruskah kita ke tempat yang ramai?” Alexa ganti bertanya. Ren menggeleng, “Tidak. Terserah.” Alexa mengangguk senang kemudian dia menentukan arah lewat GPS.
“Sebelumnya, mampir sebentar ke sini ya.” Pinta Alexa. Ren melirik sekilas, “Dashbord Gold Mourne? Ke pemakaman?” Ren kaget.
“Ya, aku mau menjenguk ibuku dulu.” Kata Alexa lembut. Ren salah tingkah, “Oke. Setelah itu kemana?” tanyanya mengalihkan perhatian.
“Pantai?” Alexa menawarkan. Ren menyetujui, “Oke.”
❋♧✿※❋♧✿※


“Ya ampun!” teriak Trinity tertahan. Zade mengernyit. Leo menunduk. “ Lalu harus bagaimana?” kata Trinity sambil menjatuhkan diri di tempat tidur.
“Besok ayah akan berangkat. Kita harus menunda keberangkatannya. Punya ide?” Zade mengedarkan pandangannya ke arah Trinity kemudian Leo. Trinity menggeleng putus asa. Leo menatap Zade ingin menjawab tapi ragu.
“Katakanlah Leonnardo.” Pinta Zade.
“Kupikir biarkanlah Ren dibawa kemari.” Kata Leo.
Trinity yang mendengar menjadi marah. “Kau ingin membunuh Ren, hah!” katanya, menarik kerah seragam Leo. Leo menggeleng.
“Tidak. Maksudku setelah itu, kita buat keributan dan hancurkan alat Heaven Plan. Sampai sekarang tidak ada yang tahu kan bagaimana alat itu? Kita gunakan kesempatan itu untuk menyelamatkan Ren sekaligus menghancurkan alat itu. Bagaimana?” Leo menjelaskannya dengan pelan dan penuh penekanan. Trinity melepas cengekaramannya.
“Tidak. Itu terlalu berisiko!” kata Trinity.
“Trin, kita akan lakukan ini.” Kata Zade tegas. Trinity dan Leo menatap Zade serempak. “Sudah tidak ada waktu. Apalagi kalau menjemput dan melarikan Ren.”
“Tapi Zade....” Trinity masih protes. Zade menggeleng.
“Ren bilang, suatu saat dia akan menghadapi ayah apapun hasilnya. Dan kita harus membantunya. Aku percaya kita dapat melakukan terbaik untuk Ren.” Kata Zade, berdiri mendekati Trinity dan menepuk pundaknya. Trinity menatap pasrah ke arah Zade.
“Oke! Whatever you say!” katanya sedikit kesal sambil menghempaskan Leo ke tepi tempat tidur agak keras. Trinity kembali ke kantor dengan langkah yang penuh kekesalan. Leo mendesah lega. Zade membantunya berdiri.
“Maaf, dia memang selalu begitu kalau sudah mencapai puncaknya. Tapi sebenarnya dia itu sangat mempertimbangkan semua hal dan risikonya. Cuma agak emosional saja.” Kata Zade tersenyum ke arah Leo yang tersenyum kecut.
“Itu juga hak atasan terhadap prajurit biasa sepertiku kan?” kata Leo. “Ah maaf. Saya lancang.” Katanya kemudian saat sadar Zade juga atasannya. Zade tersenyum.
“Kau ini kan sebaya dengan Ren. Tak usah sungkan lah pada kami. Kita sama-sama keluarganya bukan? Lagipula kau bukan prajurit biasa. Kudengar, kau termasuk prajurit yang hebat. Mungkin sebentar lagi kau akan dipromosikan.” Kata Zade yakin.
“Benarkah itu?” Leo berbinar. Dia tak mau sombong hanya karena dia adik Ketua Satu, Jack. Oleh karena itu, dia mengambil jadi invantri dulu di A.C.E.
“Aku harap begitu. Kau tak mau mengecewakanku kan? Kalau Ren, pasti sudah tersenyum meremehkan. Dasar anak itu. Sombong sekali dia. Beda denganmu. Oh ya, kau boleh kembali dan terima kasih sudah membantu.” Kata Zade, mengangguk ke arah Leo.
“Sir Yes Sir! Saya permisi dulu.Tolong hubungi saya bila ada perkembangan. Terima kasih. Maaf merepotkan.” Leo menempelkan telapak tangannya ke jidatnya untuk memberi hormat pada Zade. Zade membalasnya dengan anggukan dan Leo pun pergi.
“Kuharap, kita masih sempat bertemu Ren sebelum rencanamu gagal Leo. Karena Ayah tak sebodoh yang kita kira. Kita harus berusaha.” Gumam Zade, menyadari persentase kegagalan rencana itu. Dia benar-benar berharap Tuhan berpihak pada mereka.


❋♧✿※❋♧✿※


“Ibu. . . Aku datang menjenguk. Maaf Ayah sedang sibuk dan tidak sempat mampir akhir-akhir ini. Kali ini bukan Garry atau Ford yang menemaniku. Tapi dia adalah teman baruku, namanya Ren.” Kata Alexa setengah berbisik di depan makam ibunya. Ren yang berdiri di sampingnya tersipu dikatakan ‘teman’ bukan ‘bodyguard’.
“Yah, walaupun dia sangat sombong dan menyebalkan tapi dia bisa mengalahkanku lho, Bu. Makanya hari ini kami keluar jalan-jalan karena aku kalah taruhan. Maaf ya Bu. . .Hihihi. . .” Alexa terkikik ketika mengucapkan itu. Ren cemberut dikatakan sombong.
“Oh ya. Keadaan negara kita sangat kacau. Penyusup dimana-mana. Bom meledak dimana-mana. Kacau deh. Untungnya ibu hanya melihatnya dari surga bukan merasakannya langsung karena sangat pedih rasanya ikut dalam perang seperti ini.” Alexa berkeluh kesah dengan lancar tanpa merasa terbebani di depan ibunya.
Ren mengernyit sedih dan kesal. Pasalnya dia juga terlibat dan malah menjadi salah satu sebab perang Platinum Era ini. Alexa tersenyum, “Seandainya hari dimana kita bertemu dan berkumpul bersama tiba, aku tidak akan melepas Ibu maupun Ayah lagi.” Ren terkejut mendengarnya dan menepuk bahu Alexa.
“Kau tak berniat mati sekarang kan?” tanyanya kaget.
“Bodoh. Nggak dong!” Alexa tersenyum mengejek. Ren malu tapi lega. “Bu, Si Ren Bodoh ini baru saja mengira aku berniat bunuh diri. Hahahaha.... Yang benar saja. Aku masih harus menjaga negara ini kan. Aku tidak boleh mati kalau rakyatku belum hidup damai dan tenteram tanpa merasa terancam.” Kata Alexa pelan. Ren memandangnya, kaget dan kagum.
“Sudah ya Bu. Mungkin aku akan jarang kesini. Ayah titip salam sayang untukmu dan juga keluarga kerajaan.” Alexa menarik napas dan meletakkan bunga lily putih di makam ibunya. “Ini lily kesukaan ibu. Dari kebun belakang. Masih segar. I love you so much forever.” Katanya berdiri setelah mengusap nisan ibunya.
“Ayo Ren.” Kata Alexa, beranjak pergi. Ren menunduk di depan makam Sang Ratu Alaska, “Salam kenal Yang Mulia Ratu.” Katanya berbisik. Tiba-tiba semilir angin berhembus menerbangkan daun-daun maple musim gugur ke wajah Ren.
‘Ya, tolong jaga putriku, Ren.......’ suara angin mengejutkan Ren. Ren takut tapi kemudian dia tersenyum dan mendongak, “Saya akan coba.” Jawabnya yakin. Alexa menoleh. “Mencoba apa?” tanyanya heran karena Ren bicara sendiri.
“Ah tidak kok.” Ren menyusul Alexa. “Ayo kita ke pantai sekarang, Putri! Kau bawa baju renang?” goda Ren sambil merangkul pundak Alexa.
“Dasar mesum!” teriak Alexa sambil melayangkan tinjunya yang dengan sukses dihindari oleh Ren yang sudah terbiasa menerima tinju Alexa. Karena kesal, Alexa meninju lengan Ren yang mengaduh kesakitan. Mereka tertawa bersama menuju mobil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komeng, keripik pedas, sarang madu douzo...